Sumber Foto : Kompas |
Assalamualaikum W W
Kurang lebih 2 tahun sudah tidak membuka Blog saya ini yang membuat Saya teringat waktu aktif-aktifnya menulis di Blogger zaman SMP dulu..
Sekembalinya Saya di Blogger kali ini hendak menyoroti ramai-ramainya kontroversi Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir bulan Juli hingga saat ini. MUI menyatakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan programnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinilai Haram.
Saya mengutip dari Tempo, Alasan MUI (Jaih Mubarak) menyatakan haram ada 3 poin yaitu :
1) Gharar atau ketidakjelasan Akad. Jaih menyatakan bahwa Uang premi yang dibayarkan tidak jelas setelah dibayarkan menjadi milik siapa. Apakah menjadi milik Pemerintah, BPJS, ataupun masih milik pembayar premi. Jaih juga mempertanyakan uang yang dibayarkan apakah uang pembayaran ataukah uang pemberian/hibah ataukah sama dengan premi di asuransi konvensional.
2) Iuran yang dibayarkan tidak jelas kedudukannya. Apakah nanti uang itu akan disimpan di Bank ? di Bank mana ? Diinvestasikan dimana ? didepositokan ? dsb. sehingga Jaih menyebut iurannya tidak jelas
3) BPJS tidak memenuhi prinsip asuransi syariah. Sehingga pengelolaannya sama seperti asuransi konvensional pada umumnya dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Alasan-alasan ini yang disampaikan oleh MUI sehingga Ijtima' mereka menyatakan bahwa BPJS itu Haram.
Sebenarnya Saya menyayangkan MUI yang men-judge BPJS dengan predikat Haram. Dimana BPJS yang sudah berjalan lebih dari 1 tahun ini (disahkan saat akhir masa kepemimpinan SBY) agaknya baik-baik saja, tapi tiba-tiba di-judge begitu sakitnya. Padahal BPJS sejauh ini sudah banyak membantu rakyat Indonesia yang sakit agar tidak membayar sepeser pun saat mengidap penyakit. Penyakit-penyakit ringan seperti demam, flu, diare, dsb. dan juga sampai penyakit besar seperti tumor, kanker, dsb. juga dibiayai oleh negara (red: BPJS). Sehingga saya kira cukup membantu masyarakat. Meskipun saat ini belum mendaftar BPJS, Saya pernah mengetahui bahwa BPJS sangat membantu saat adik kelas Saya di SMA terkena penyakit "besar" dan memang tidak membayar sama sekali dan membantu keluarganya.
Karena sangat membantu itu dan juga saling membantu, Saya merasa bahwa Program JKN dari BPJS ini sangat bermanfaat meskipun dalam teknis pelaksanaannya juga masih ditemukan kekurangan. Misalnya saja antrean pendaftaran BPJS yang sangat panjang, satu-satunya faktor yang membuat saya sampai saat ini masih enggan mendaftar BPJS karena waktunya pasti panjang untuk mendaftar sehingga butuh mengalokasikan waktu lebih untuk mengurusnya. Dan juga kurangnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai jenjang Fasilitas Kesehatan (Faskes) dan juga kelas BPJS. Sehingga banyak masyarakat yang menganggap bahwa ketika sakit bisa langsung ke Rumah Sakit, padahal masih harus melewati Faskes di Puskesmas, dan ada surat rujukan, dlsb.
Masih bermanfaatnya BPJS bagi masyarakat meskipun ada kekurangannya membuat Saya menyayangkan putusan MUI terhadap BPJS dengan predikat Haram. Mengapa ?
1) Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak menjelaskan bagaimana proses mereka menetapkan Hukum bahwa BPJS itu Haram. Sehingga masyarakat banyak mempertanyakan keputusan MUI ini karena menganggap BPJS masih baik-baik saja. (a) Siapa saja yang menghadiri proses Ijma' ulama saat penetapan Hukum ? Saya mempertanyakan hal ini karena pada awalnya persepsi Saya yang namanya MUI itu pasti kumpulan Ulama Islam dari semua Golongan Islam di Indonesia, akan tetapi Saya tercengang ketika Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj di Kompas ternyata tidak mendukung Fatwa MUI itu. Bahkan Said menyebut bahwa MUI terlalu mudah obral Fatwa.
(b) Apakah pada saat penetapan Hukum Haram itu melibatkan pihak BPJS dan pihak terkait ataukah tidak ? Ketika penetapan hukum itu tidak melibatkan pihak terkait terutama BPJS bisa jadi penetapan Hukum ini tidak Obyektif. Sama halnya kita menuduh pencuri menjadi terdakwa, tapi tidak melaksanakan pesidangan. Sehingga tidak ada alat bukti dan tidak menggali informasi dari saksi, korban, maupun tersangkanya. Maka seharusnya MUI sebelumnya perlu menanyakan dulu kepada pihak Kementrian Kesehatan, BPJS, Kementrian Keuangan, Masyarakat yang menggunakan BPJS, dan pihak lain yang terkait untuk bisa menilai apakah memang BPJS ini Haram. Sehingga nantinya akan bisa menghasilkan keputusan yang obyektif yang sesuai dengan realitasnya.
2) Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum memperhatikan bahwa Indonesia ini adalah Negara Nasionalis dimana banyak sekali Suku, Agama, Ras, dan Golongan yang ada di Indonesia. Sehingga men-judge BPJS sebagai Lembaga yang Haram akan menemui banyak tantangan. Saya kawatir bahwa Fatwa MUI ini justru akan membuat banyak orang yang membenci Islam dan mencitrakan Islam sebagai Agama yang semaunya sendiri. Bahkan MUI menyarankan agar BPJS direformasi menjadi BPJS Syariah yang Saya rasa akan menemui banyak tentangan dari semua masyarakat Indonesia yang bisa membuat Nasionalisme di Indonesia menjadi sedikit tergoyang. Saya mengamati tidak pada hanya Fatwa BPJS haram ini saja yang membuat Nasionalisme hampir pecah, tapi pada saat MUI menetapkan mengucapkan Selamat Natal itu Haram juga menemui masalah.
Seharusnya evaluasi MUI terhadap BPJS tidak perlu disampaikan besar-besaran kepada publik melalui media, seharusnya bisa disampaikan langsung kepada BPJS, Kementrian Kesehatan ataupun Presiden sebagai bahan evaluasi. Sehingga tidak menimbulkan perpecahan.
Islam seharusnya bisa lebih besar lagi ketika Ia menyampaikan Keseimbangan dan Keobyektifan dengan Ilmu Pengetahuan di dalamnya. Sehingga dengan begitu Umat Islam akan lebih besar lagi, tanpa harus menyampaikan simbol-simbolnya tapi cukup dengan Keobyektifan dan bil Hikmah bisa menjadikan Islam rahmat bagi seluruh alam.
0 komentar:
Posting Komentar