Sepanjang
2015 ini, Saya mengamati beranda akun facebook saya, dimana sering dijumpai
foto-foto yang diupload beberapa orang yang hendak menunjukkan realitas
kemiskinan di jalanan. Seperti halnya di Surabaya ditunjukkan foto seorang
penjual kertas teks isitighozah di daerah pasar Blauran, kemudian ada seorang
penjual tebu yang menurut hipotesis saya bukan di Indonesia menjual keliling
jalanan dan sampai meneteskan air mata, dan yang paling menggemparkan adalah
seorang kakek yang bekerja sebagai badut winnie the pooh di daerah depan Lippo
Mall Sidoarjo. Ia adalah kakek Suaedi yang awalnya mengaku berasal dari
Driyorejo, Kab. Gresik ternyata berasal dari Mojokerto yang setiap hari bekerja
sebagai badut di situ. Ia berdandan sebagai badut berwarna kuning demi menarik
simpati warga yang lewat sehingga memberinya uang, hebatnya dalam satu hari Ia
bisa mendapatkan 500 ribu, dari keterangan pihak Dinsos Sidoarjo menjelaskan
bahwa kakek Suaedi itu memiliki Sepeda motor Vixion, motor matik, dan rumah.
Bahkan Ia memiliki 7 orang isteri (Merdeka.com). Bayangkan saja, Ia
memanfaatkan perasaan belas kasihan ratusan dan ribuan warga yang lewat untuk
kepentingan pribadinya, mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya sendiri,
memperkaya diri sendiri, coba kita hitung sama-sama, berapa gaji Ia perbulan
dengan penghasilan 1 harinya 500 ribu. 500 ribu x 30 hari yaitu 15 juta dalam 1
bulan yang jelas ini sangat layak dibandingkan UMR tertinggi di Jawa Timur yang
hanya 2,7 juta. Inilah jelas-jelas menunjukkan pemanfaatan terhadap perasaan
manusia untuk kepentingan pribadi, apalagi dengan ‘memasang wajah’ miskin untuk
mendapatkan kekayaan. Realitas yang satu ini saya sebut sebagai “Monopoli
Perasaan Manusia”
Lantas,
apakah perilaku yang semacam itu baik untuk masyarakat kita. Masyarakat
Indonesia. Dengan realitas ini kita seakan menjadi menutup diri dan
berhati-hati ketika hendak menyedekahkan rezeki kita kepada yang benar-benar
membutuhkan. Bagaimana tidak, orang yang meminta-minta dan miskin yang memang
realitasnya miskin kini terkamuflasekan oleh orang yang miskin bunglon.
Akhirnya dengan perilaku yang semacam ini, kembali lagi orang yang miskin
semakin miskin dan yang kaya semakin kaya. Orang yang miskin ‘asli’ tidak
berdaya menghadapi serangan kaum miskin ‘bunglon’. Yang miskin ‘asli’ semakin
sengsara dengan makanan dan pakaian apa adanya, sedang miskin ‘bunglon’ menikmati
nikmatnya makanan dan fashion.
Ini salah siapa ? entah salah
siapa ? jangan tanya saya, tanya yang maha kuasa. Sebenarnya apa yang Ia mau
atas umatnya ? tentu Allah yang maha kuasa telah menciptakan hukum-hukum alam
yang sudah terukur kepada umatnya agar diterapkan guna menciptakan keadaan
masyarakat yang lebih baik, tatanannya menjadi baik, seperti yang selalu
diidam-idamkan oleh seluruh masyarakat, baik yang miskin, bodoh, jelata,
proletar, borjuis, kaya, pintar, pasti menginginkan dunia dalam tatanan yang
rapi. Tidak ada monopoli yang hanya memenangkan pribadi tertentu dan menindas
kaum yang lain, menegakkan keadilan, sesuai kadarnya.
0 komentar:
Posting Komentar